.

.
الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء و المرسلين، وعلى آله وصحبه أجمعين أهلا وسهلا بكم إذا كانت هذه زيارتك الأولى للمنتدى، فيرجى التفضل بزيارة صفحة التعليمات كما يشرفنا أن تقوم بالتسجيل ، إذا رغبت بالمشاركة في المنتدى، أما إذا رغبت بقراءة المواضيع والإطلاع فتفضل بزيارة القسم الذي ترغب أدناه. عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه - قال: سمعت رسول الله ﷺ يقول: "إن إبليس قال لربه: بعزتك وجلالك لا أبرح أغوي بني آدم مادامت الأرواح فيهم - فقال الله: فبعزتي وجلالي لا أبرح أغفر لهم ما استغفروني" اللّهم طهّر لساني من الكذب ، وقلبي من النفاق ، وعملي من الرياء ، وبصري من الخيانة ,, فإنّك تعلم خائنة الأعين ,, وما تخفي الصدور اللهم استَخدِمني ولاَ تستَبدِلني، وانفَع بيِ، واجعَل عَملي خَالصاً لِوجهك الكَريم ... يا الله اللهــم اجعل عملي على تمبـلر صالحاً,, واجعله لوجهك خالصاً,, ولا تجعل لأحد فيه شيئاً ,, وتقبل مني واجعله نورا لي في قبري,, وحسن خاتمة لي عند مماتي ,, ونجاةً من النار ومغفرةً من كل ذنب يارب يارب يارب

.

.

.

.

Tuesday, June 30, 2015

Tanda-tanda Kiamat : Harun Yahya

Pendahuluan

Penciptaan Alam SemestaDi sepanjang sejarah, umat manusia telah memahami keagungan gunung-gunung dan luasnya langit, walaupun menggunakan metode-metode pengamatan yang masih primitif. Akan tetapi, mereka telah salah dalam mengira bahwa benda-benda tersebut akan ada selama-lamanya. Kepercayaan ini
telah menjadi tulang punggung filsafat-filsafat politeisme dan materialisme Yunani, serta agama-agama di Sumeria dan Mesir.

Al-Qur’an memberitahukan kepada kita bahwa orang-orang yang memiliki kepercayaan yang demikian berada dalam kesalahan yang berat. Salah satu hal yang diwahyukan oleh Allah di dalam al-Qur’an adalah bahwasanya alam semesta ini telah diciptakan dan akan sampai pada titik akhirnya. Alam semesta ini akan, sebagaimana halnya umat manusia dan segala makhluk hidup lainnya, berakhir. Dunia yang teratur ini, yang berfungsi secara sempurna selama milyaran tahun, adalah karya Tuhan, Yang telah menciptakan segalanya, walaupun akan sampai juga pada titik akhir atas perintah-Nya, dan pada saat yang telah ditetapkan-Nya.

Waktu yang ditetapkan di mana alam semesta dan segala makhluk di dalamnya, mulai dari mikroorganisme hingga umat manusia, termasuk bintang-bintang dan galaksi-galaksi, akan sampai pada titik akhirnya, disebut as-Sa‘ah di dalam al-Qur’an. As-Sa‘ah ini bukannya menunjuk pada sembarang saat; namun adalah sebuah kata yang dipakai secara khusus di dalam al-Qur’an guna menunjukkan waktu tersebut tatkala dunia ini akan berakhir.

Seiring dengan pengumuman tentang akhir dunia ini, al-Qur’an mengandung gambaran terperinci mengenai proses kejadian tersebut: “Apabila langit terbelah,” “Ketika lautan dijadikan meluap,” “Tatkala gunung-gunung beterbangan,” “Apabila matahari digulung ...” kengerian dan kepanikan yang dialami oleh orang-orang ketika bencana yang mengerikan itu terjadi diceritakan secara rinci di dalam al-Qur’an; ayatayat tersebut menandaskan bahwa tak ada jalan untuk meloloskan diri dan tak ada tempat untuk sembunyi. Yang dapat kita simpulkan dari hal ini adalah bahwasanya akhir dunia ini akan berupa suatu bencana sedemikian rupa yang belum pernah dialami dunia sebelumnya. Rincian mengenai kejadian tersebut juga dapat dijumpai dalam buku-buku kami lainnya yang berjudul, The Day of Resurrection (Hari Kebangkitan), Death Resurrection Hell (Kematian Kebangkitan Neraka). Buku yang Anda baca ini akan memaparkan peristiwa-peristiwa yang terjadi menjelang Hari Akhir (Kiamat).

Pertama-tama, harus dinyatakan bahwa sudah jelas dari sekian banyak ayat al-Qur’an, bahwa pokok pembahasan ten-tang akhir dunia yang tak terelakkan ini telah menarik perhatian manusia dalam setiap periode sejarah. Dalam beberapa ayat tertentu, diceritakan bahwa orang-orang telah bertanya kepada Nabi Muhammad saw. tentang kapan terjadinya akhir dunia ini:

Mereka menanyakan kepadamu tentang as-Sa‘ah: “Bilakah terjadinya?” …(Q.s. al-A‘raf: 187).

(Orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari berbangkit (as-Sa‘ah), kapankah terjadinya? (Q.s. an-Nazi‘at: 42).

Allah memerintahkan Nabi saw. untuk menjawab pertanyaan ini sebagai berikut: “… Pengetahuan tentang hal itu berada di sisi Tuhanku …” (Q.s. al-A‘raf: 187), yang artinya bahwa hanya Dia Yang tahu kapan terjadinya as-Sa‘ah itu. Dari ayat ini kita memahami bahwa pengetahuan tentang kapan tibanya as-Sa‘ah itu tersembunyi bagi manusia.

Tentu ada suatu alasan ilahiah mengapa Tuhan kita merahasiakan waktu dari as-Sa‘ah ini. Misalnya, ada baiknya bagi semua orang, entah pada abad berapapun mereka hidup, untuk “… merasa takut akan tibanya as-Sa‘ah (Hari Kiamat)” (Q.s. al-Anbiya’: 49), dan agar memikirkan dengan mendalam akan kekuasaan Allah yang agung dan tak terbatas. Sebelum hari yang sangat penuh penderitaan tersebut datang kepada mereka secara tiba-tiba, mereka hendaknya memahami bahwasanya, selain Allah, tak ada tempat untuk berlindung. Andaikata kapan terjadinya as-Sa‘ah tersebut diketahui, orang-orang yang hidup sebelum masa sekarang tidak akan merasa tergugah untuk memikirkan dengan sungguh-sungguh mengenai akhir dunia ini; mereka akan tidak peduli terhadap peristiwaperistiwa terakhir yang digambarkan di dalam al-Qur’an.

Namun, harus diterangkan bahwa ada banyak ayat yang memberitahukan tentang as-Sa‘ah itu, dan bila kita menelaahnya kita pun menemukan suatu kebenaran yang besar. Al-Qur’an tidak menunjukkan kapan terjadinya as-Sa‘ah itu, namun ia memberikan gambaran mengenai peristiwaperistiwa yang akan terjadi sebelumnya. Salah satu ayat menceritakan bahwa ada sekian banyak tanda-tanda as-Sa‘ah itu:

Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan Hari Kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila Hari Kiamat sudah datang? (Q.s. Muhammad: 18).

Dari ayat ini kita mempelajari bahwa al-Qur’an memberikan gambaran mengenai tanda-tanda yang memberitahukan kedatangan Kiamat. Guna memahami tanda-tanda “pengumuman besar” tersebut kita harus merenungkan ayat-ayat ini. Jika tidak, sebagaimana ditunjukkan oleh ayat tadi, pemikiran kita akan tidak berguna lagi manakala Kiamat itu tibatiba terjadi pada kita.

Sebagian dari apa yang disabdakan oleh Nabi saw. yang telah sampai kepada kita menerangkan mengenai tanda-tanda as-Sa‘ah tersebut. Dalam hadis-hadis Nabi saw. ini, terdapat tanda-tanda as-Sa‘ah dan informasi rinci mengenai periode yang mendahuluinya. Periode ini, di mana tanda-tanda as-Sa‘ah itu akan terjadi, disebut “Akhir Zaman”. Perkara tentang Akhir Zaman dan tanda-tanda as-Sa‘ah ini telah menarik banyak perhatian di sepanjang sejarah Islam; ia telah menjadi pokok pembahasan dalam banyak karya para ulama dan peneliti Islam.

Bila kita kumpulkan semua informasi ini bersama-sama, kita pun sampai pada sebuah kesimpulan yang penting. Ayatayat al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi saw. menunjukkan bahwa Akhir Zaman terbagi menjadi dua tahap. Periode pertama adalah di mana cobaan-cobaan material dan spiritual akan menimpa dunia ini; periode kedua yang datang disebut sebagai Zaman Keemasan, suatu masa di mana ajaran moral al-Qur’an akan mendominasi, menghasilkan kesadaran yang mendalam mengenai kebaikan pada diri semua manusia. Manakala Zaman Keemasan ini berakhir, dan setelah dunia ini mulai memasuki sebuah periode kemunduran sosial, maka kedatangan Kiamat pun sudah pasti.

Maksud buku ini adalah untuk menelaah tanda-tanda as-Sa‘ah tersebut melalui ayat-ayat al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi saw., dan untuk memperlihatkan bahwa tanda-tanda ini telah mulai muncul pada zaman kita. Fakta bahwa kedatangan daripada tanda-tanda ini telah diwahyukan empat belas abad yang lalu hendaknya meningkatkan keimanan seorang mukmin kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya. Halaman halaman berikut telah ditulis dengan mencamkan baik-baik janji Tuhan kita:

 “Katakanlah: “Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya ...” (Q.s. an-Naml: 93).

Kendati demikian, ada satu hal khusus yang penting bahwa kami ingin menarik perhatian pembaca terhadap: Allah tahu hakikat segala sesuatu. Sedangkan dalam segala hal, apa yang kita ketahui tentang akhir dunia ini hanya datang dari apa yang telah diwahyukan-Nya kepada kita.
Tanda-tanda Kiamat di dalam Al-Qur’an

HARI KIAMAT (AS-SA‘AH) ITU SUDAH DEKAT
Kebanyakan orang sedikitnya tahu tentang Hari Kiamat (as-Sa‘ah). Hampir setiap orang telah mendengar satu dan lain hal tentang kengerian kiamat itu. Akan tetapi, kebanyakan orang cenderung untuk bereaksi sama terhadapnya sebagaimana halnya sikap mereka atas perkara-perkara yang sangat penting lainnya, yaitu, mereka tidak ingin membicarakannya atau bahkan memikirkannya. Mereka berusaha dengan sangat keras agar tidak memikirkan teror yang akan mereka alami pada Hari Kiamat. Mereka tidak sanggup menahan (keprihatinan) hal-hal yang mengingatkan pada Hari Kiamat yang terdapat pada suatu berita mengenai sebuah kecelakaan yang mengerikan atau sebuah berita film tentang suatu bencana. Mereka menghindar untuk memikirkan tentang fakta bahwa hari itu pasti akan datang. Mereka tidak mau mendengar orang-orang lain yang membicarakan tentang hari yang luar biasa itu, atau membaca tulisan-tulisan para penulis tentangnya. Ini adalah sebagian cara yang dikembangkan oleh orang-orang itu guna terlepas dari memikirkan tentang kengerian Hari Kiamat.
Banyak orang tidak sungguh-sungguh percaya bahwa Hari Kiamat itu sedang menjelang. Kita diberi contoh tentang hal ini dalam sebuah ayat di dalam Surat al-Kahfi, tentang seorang pemilik kebun anggur yang kaya raya:

Dan aku tidak mengira Hari Kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu. (Q.s. al-Kahfi: 36).
Ayat di atas memberitahukan mentalitas sesungguhnya dari seseorang yang mengaku percaya kepada Allah namun menghindari untuk memikirkan tentang kenyataan Hari Kiamat dan mengajukan pernyataan yang bertentangan dengan sebagian ayat al-Qur’an. Ayat yang lain menceritakan keraguan dan ketidakpastian yang melingkari orang-orang kafir mengenai waktu terjadinya saat terakhir.
Dan apabila dikatakan (kepadamu): “Sesungguhnya janji Allah itu adalah benar dan hari berbangkit itu tidak ada keraguan padanya,” niscaya kamu menjawab: “Kami tidak tahu apakah Hari Kiamat itu, kami sekali-kali tidak lain hanyalah menduga-duga saja dan kami sekali-kali tidak meyakini(nya).” (Q.s. al-Jatsiyyah: 32).
Sebagian orang menyangkal sepenuhnya bahwa Hari Kiamat sedang menjelang. Mereka yang memiliki pendapat ini disebutkan di dalam al-Qur’an sebagai berikut:
Bahkan mereka mendustakan Hari Kiamat. Dan Kami menyediakan neraka yang menyala-nyala bagi siapa yang mendustakan Hari Kiamat. (Q.s. al-Furqan: 11).
Sumber yang dapat membimbing jalan kita dan menunjukkan pada yang haq adalah al-Qur’an. Tatkala kita lihat apa yang dikatakannya, kita mempelajari sebuah fakta yang jelas. Mereka yang menipu dirinya sendiri mengenai Hari Kiamat ini melakukan kesalahan yang berat, karena Allah mewahyukan di dalam al-Qur’an bahwa tidak terdapat keraguan bahwa Kiamat itu sudah dekat.
Dan sesungguhnya as-Sa‘ah (Hari Kiamat) itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya … (Q.s. al-Hajj: 7).
Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. Dan sesungguhnya as-Sa‘ah (Hari Kiamat) itu pasti akan datang. (Q.s. al-Hijr: 85).
Sesungguhnya as-Sa‘ah (Hari Kiamat) pasti akan datang, tidak ada keraguan tentangnya … (Q.s. al-Mu’min: 59).
Mungkin ada sebagian orang yang berpikir bahwa pesan yang disampaikan al-Qur’an mengenai Hari Kiamat ini diwahyukan lebih dari 1.400 tahun yang lalu dan ini adalah sebuah jangka waktu yang panjang dibandingkan dengan panjangnya umur seorang manusia. Namun ini adalah perkara tentang akhir dunia, matahari dan bintang-bintang — pendek kata — alam semesta. Bila kita pikirkan dengan mendalam bahwa alam semesta ini usianya sudah milyaran tahun, empat belas abad adalah sebuah kurun waktu yang sangat singkat.
Seorang ulama besar pada masa ini, Bediuzzaman Said Nursi, menanggapi masalah serupa itu dengan demikian:
Al-Qur’an mengatakan, “as-Sa‘ah itu telah dekat.” (Q.s. al-Qamar: 1). Yaitu, Hari Kiamat sudah dekat. Bahwasanya belum datang setelah seribu tahun atau bertahun-tahun ini tidaklah mengurangi kedekatannya. Karena, Hari Kiamat adalah saat yang ditetapkan atas dunia ini, dan dalam kaitannya dengan umur dunia ini seribu atau dua ribu tahun adalah bagaikan satu atau dua menit saja dikaitkan dengan setahun. Saat Kiamat bukan hanya saat yang ditetapkan atas umat manusia sehingga ia hendaknya dikaitkan dengannya dan dilihat dari jarak jauh.1 mk:@MSITStore:C:\Users\waksam\Desktop\KITAB%20baru%20lagi%20belum%20naik\tanda2%20kiamat%20_%20harun%20yahya%20(1).chm::/imagesanonym/downarrow.gif
MEMPROKLAMIRKAN AJARAN MORAL AL-QUR’AN KE SELURUH DUNIA
Di dalam al-Qur’an, kita berkali-kali menemukan frasa “sunnatullah.” Ini adalah sebuah ungkapan yang berarti cara Allah, atau hukum-hukum Allah. Menurut al-Qur’an, hukumhukum ini selamanya valid. Sebuah ayat menyatakan:
Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnah Allah.  (Q.s. al-Ahzab: 62).
Salah satu hukum Allah yang tidak berubah adalah, sebelum dimusnahkan, umat-umat diberi peringatan dulu oleh seorang pemberi peringatan. Fakta ini diwahyukan dalam firman-firman ini:
Dan Kami tidak membinasakan sesuatu negeri pun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberi peringatan. (Q.s. asy-Syu‘ara’: 208).
Di sepanjang sejarah, Allah telah mengutus seorang pemberi peringatan kepada tiap-tiap umat yang telah berbuat kerusakan, menyeru mereka agar mengikuti jalan yang benar. Akan tetapi, orang-orang yang tetap berkeras dalam kezaliman mereka dimusnahkan setelah tiba saat yang ditentukan bagi mereka, dan menjadi contoh bagi generasi-generasi setelahnya. Bila kita pikirkan dengan mendalam hukum Allah ini, sejumlah misteri yang penting pun terkuak bagi kita.
Hari Kiamat adalah bencana terakhir yang menimpa dunia ini. Al-Qur’an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan untuk memberi nasihat kepada umat manusia, yang petunjuknya tetap bertahan hingga akhir dunia. Dalam salah satu ayatnya, dikatakan, “… al-Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala umat.” (Q.s. al-An’am: 90). Orang-orang yang punya pikiran bahwa al-Qur’an hanya berbicara untuk suatu masa atau tempat tertentu sungguh-sungguh telah keliru, karena al-Qur’an adalah sebuah seruan umum kepada seluruh “alam”.
Semenjak zaman Nabi saw., kebenaran al-Qur’an telah disampaikan ke seluruh penjuru dunia. Karena perkembangan-perkembangan teknologi yang tiada taranya pada zaman kita sekarang, perintah-perintah al-Qur’an dapat diproklamirkan kepada seluruh umat manusia. Pada hari ini, sains, pendidikan, komunikasi, dan transportasi sudah hampir mencapai titik puncak perkembangannya. Berkat adanya komputer dan teknologi Internet khususnya, orang-orang yang berada di tempat-tempat yang jauh di dunia ini dengan cepat dapat berbagi informasi dan membangun komunikasi. Revolusi dalam sains dan teknologi telah menyatukan seluruh bangsa di dunia ini; ungkapan-ungkapan seperti “globalisasi” dan “kewarganegaraan dunia” telah masuk ke dalam perbendaharaan kosa kata kita. Singkatnya, semua penghalang yang merintangi persatuan manusia di seluruh penjuru dunia kini sedang dihapuskan dengan cepat.
Dengan menilik dari berbagai fakta ini, dengan mudah dapat dikatakan bahwa pada “zaman informasi” kita ini, Allah telah memberikan segala macam perkembangan teknologi sebagai alat untuk kemaslahatan kita. Adalah tanggung jawab kaum muslimin guna menggunakan dengan sebaik-baiknya peluang-peluang yang telah ditawarkan oleh Allah ini, dan untuk mengajak manusia dari berbagai kalangan agar menerima ajaran moral al-Qur’an.
PARA RASUL
Kami telah menyebutkan hukum-hukum yang tidak berubah yang telah ditetapkan oleh Allah semenjak diciptakannya dunia ini. Salah satu hukum ilahiah tersebut adalah bahwa Allah tidak akan menghukum suatu kaum yang belum didatangkan seorang utusan-Nya kepada mereka. Janji ini diungkapkan dalam ayat-ayat berikut ini:
Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman. (Q.s. al-Qashash: 59).
... Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (Q.s. al-Isra’: 15).
Dan Kami tidak membinasakan sesuatu negeri pun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberi peringatan untuk menjadi peringatan. Dan Kami se-kali-kali tidak berlaku zalim. (Q.s. asy-Syu‘ara’: 208-209).
Ayat-ayat ini memperlihatkan bahwa Allah mengirimkan para rasul ke kota-kota besar untuk memberi peringatan kepada manusia. Para rasul ini menyampaikan perintah-perintah Allah, namun golongan orang-orang kafir dari kaum-kaum di setiap zaman ini telah mengolok-olok mereka, menuduh mereka berdusta, penipu atau gila, dan melemparkan berbagai fitnah terhadap mereka. Allah menghancurkan kaum-kaum yang terus-menerus hidup dalam kezaliman dan kefasikan melalui beberapa bencana besar, pada saat mereka hampirhampir tidak menyangkanya. Kehancuran yang dialami oleh kaum Nuh, Luth, ‘Ad, Tsamud, dan lain-lain yang tersebut di dalam al-Qur’an adalah contoh-contoh dari bentuk pemusnahan ini.
Di dalam al-Qur’an, Allah mewahyukan mengapa Dia telah mengutus para nabi: guna menyampaikan kabar gembira kepada umat-umat, untuk memberikan kesempatan yang penting bagi umat mereka agar meninggalkan kepercayaankepercayaan palsu mereka, dan menjalani hidup mereka sesuai dengan agama Allah dan akhlak yang mulia, dan untuk memberi peringatan kepada manusia sehingga mereka tidak akan memiliki dalih pada Hari Kiamat nanti karena tidak mengindahkan peringatan-peringatan yang disampaikan kepada mereka. Dalam sebuah ayat, tujuan-tujuan ini dinyatakan sebagai:
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. (Q.s. an-Nisa’: 165).
Sebagaimana dikatakan di dalam ayat 40 Surat al-Azhab, Nabi Muhammad saw. adalah nabi terakhir. Muhammad saw. adalah “... Rasul Allah dan penutup nabi-nabi ...” (Q.s. al-Azhab: 40). Dengan kata lain, melalui perantaraan Nabi Muhammad saw., rangkaian wahyu Allah kepada umat manusia telah lengkap. Walaupun demikian, tanggung jawab untuk menyampaikan dan mengingatkan manusia akan al-Qur’an yang disampaikan oleh Nabi saw. berada di pundak setiap orang Islam hingga akhir dunia.
KEUNGGULAN AKHLAK ISLAM DI DUNIA
Salah satu tema yang senantiasa diangkat di dalam al-Qur’an adalah mengenai orang-orang yang telah dihancurkan oleh Allah, karena kezaliman dan kedurhakaan mereka, dan contoh yang bisa diambil dari mereka itu. Tentu saja, terdapat sebuah sisi yang sangat besar di antara persamaan umat pada masa lalu dan pada masa kita sekarang. Pada zaman kita, ada orang-orang yang sikap dan cara hidupnya bahkan melampaui penyimpangan seksual yang dilakukan oleh kaum Luth, kecurangan penduduk Madyan, kesombongan dan kepongahan kaum Nuh, kedurhakaan dan kezaliman kaum Tsamud, rasa tidak tahu terima kasih kaum Iram, beserta tingkah laku dari berbagai macam umat lainnya yang telah dimusnahkan. Alasan yang jelas dari semua kerusakan moral ini adalah orang-orang tersebut telah melupakan Allah dan maksud penciptaan diri mereka.
Pembunuhan, ketidakadilan sosial, pengkhianatan, penipuan, dan kerusakan moral pada zaman di mana kita hidup ini bahkan telah mendorong sebagian orang untuk berputus asa. Namun, janganlah dilupakan bahwa al-Qur’an memerintahkan agar kita tidak berputus asa dari pertolongan Allah. Putus asa dan patah semangat adalah cara berpikir yang tidak dapat diterima bagi orang-orang yang beriman. Allah memberitahukan bahwa mereka yang mengabdi kepada-Nya dengan tulus — dengan tanpa menyekutukan-Nya dengan makhluk-makhluk-Nya yang mana pun sebagai tuhan-tuhan di samping-Nya — dan beramal saleh guna mendapat keridha-an-Nya, akan mendapat kekuatan dan kekuasaan.
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benarbenar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (Q.s. an-Nur: 55).
Dalam sejumlah ayat, juga dikatakan bahwa adalah sebuah hukum ilahiah bahwa hamba-hamba yang setia dan menjalankan agama yang haq di dalam hatinya akan dijadikan sebagai para pewaris atas dunia ini:
Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lawh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai oleh hamba-hamba-Ku yang saleh. (Q.s. al-Anbiya’: 105).
Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) ke hadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku. (Q.s. Ibrahim: 14).
Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan umatumat yang sebelum kamu, ketika mereka berbuat kezaliman, padahal rasul-rasul mereka telah datang kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata, tetapi mereka sekali-kali tidak hendak beriman. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat dosa. Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. (Q.s. Yunus: 13-14).
Musa berkata kepada kaumnya: “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; diwariskan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa. Kaum Musa berkata: “Kami telah ditindas (oleh Fir’aun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang.” Musa menjawab: “Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi(-Nya), maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu.” (Q.s. al-A‘raf: 128-129).
Allah telah menetapkan: “Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang.” Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Q.s. al-Mujadalah: 21).
Bersamaan dengan kabar gembira yang disampaikan pada ayat-ayat di atas, Allah telah memberikan sebuah janji yang sangat penting kepada orang-orang beriman. Dia berfirman di dalam al-Qur’an bahwa agama Islam diturunkan kepada umat manusia untuk mengatasi segala agama.
Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dime-nangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. (Q.s. at-Taubah: 32-33).
Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. (Q.s. ash-Shaff: 8-9).
Tak ada keraguan bahwa Allah akan memenuhi janji-janji-Nya. Akhlak mulia yang akan menaklukkan filsafat-filsafat yang menyimpang, ideologi-ideologi yang terdistorsi, dan pemahaman agama palsu adalah akhlak Islam ini. Ayat-ayat yang dikutip di atas menandaskan bahwa orang-orang kafir dan penyembah berhala tak mampu menghindari terjadinya hal ini.
Periode ini, di mana akhlak Islam akan tegak, akan menjadi saat di mana setiap waktu ada cinta, pengorbanan, kedermawanan, kejujuran, keadilan sosial, keamanan dan kesejahteraan pribadi. Periode ini telah disebut sebagai Zaman Keemasan karena kemiripannya dengan gambaran-gambaran tentang Surga, namun, sejauh ini, zaman seperti itu belum sempat terwujud. Zaman yang diberkahi ini akan mendahului Hari Kiamat; dan kini sedang menunggu-nunggu saat itu di mana Allah telah menetapkan akan kedatangannya.
NABI ISA A.S. KEMBALI KE BUMI
Isa a.s. adalah seorang nabi pilihan Allah. Beliau adalah salah satu nabi yang paling banyak disebut-sebut dalam sejarah dunia. Puji syukur kepada Allah sehingga ada sebuah sumber di mana kita dapat memeriksa mana yang benar dan mana yang palsu tentang apa yang telah dikatakan selama ini tentang diri beliau. Sumber tersebut adalah al-Qur’an, satu-satunya wahyu Allah yang tetap tidak berubah dan tidak mengalami distorsi.
Tatkala kita merujuk kepada al-Qur’an untuk mengungkap kebenaran sejati tentang Nabi Isa a.s., kita melihat bahwa:

 
  • Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang terjadi dengan) kalimat-Nya. (Q.s. an-Nisa’:171).
  • Allah memberinya nama al-Masih Isa putra Maryam. (Q.s. Ali ‘Imran: 45).
  • Dia jadikan beliau sebagai tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta alam. (Q.s. al-Anbiya’: 91).
  • Isa a.s. berbicara kepada manusia dalam buaian dan dia memiliki sekian banyak mukjizat. (Surat Ali ‘Imran: 46),
  • Mukjizat lainnya adalah bahwa dia akan kembali lagi ke bumi pada Akhir Zaman dan berbicara kepada manusia.
    (Q.s. Ali ‘Imran: 46; Q.s. al-Ma’idah: 110).
  • Isa a.s. diberi Injil. (Q.s. al-Hadid: 27).
  • Orang-orang yang menuhankannya telah berbuat kesalahan dan menjadi kafir. (Q.s. al-Ma’idah: 72).
  • Orang-orang kafir membuat tipu daya untuk membunuh beliau, namun Allah membalas tipu daya mereka. (Q.s. Ali ‘Imran: 54).
Allah tidak mengizinkan orang-orang kafir membunuh Isa a.s., namun mengangkat beliau ke hadirat-Nya, dan mengumumkan kabar gembira kepada umat manusia bahwa beliau akan datang kembali suatu hari nanti. Al-Qur’an memberikan informasi tentang kembalinya Isa a.s. dalam sekian banyak ayat:
Salah satu ayat mengatakan bahwa orang-orang kafir yang memasang jebakan untuk membunuh Isa a.s. tidak berhasil;
Dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya kami telah membunuh al-Masih, Isa putra Maryam, rasul Allah,” padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa a.s. benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. (Q.s. an-Nisa’: 157).
Salah satu ayat lain mengatakan bahwa Isa a.s. tidaklah wafat, namun diangkat dari ruang lingkup manusia ke hadirat Allah.
Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Q.s. an-Nisa’: 158).
Di dalam ayat ke-55 Surat Ali ‘Imran, kita mempelajari bahwa Allah akan menempatkan orang-orang yang mengikuti Isa di atas orang-orang yang kafir hingga Hari Kebangkitan. Adalah sebuah fakta historis bahwasanya, 2.000 tahun yang lalu, murid-murid Isa tidak memiliki kekuatan politik. Orang-orang Nasrani yang hidup di antara periode itu dengan zaman kita telah mempercayai sejumlah doktrin palsu, yang puncaknya adalah doktrin Trinitas. Oleh sebab itu, sebagaimana telah begitu gamblang, mereka tak dapat disebut sebagai para pengikut Isa a.s., karena, sebagaimana dinyatakan dalam sekian banyak tempat di dalam al-Qur’an, mereka yang meyakini Trinitas telah tergelincir ke dalam kekafiran. Dalam kasus yang demikian, pada waktu sebelum Hari Kiamat, para pengikut Isa a.s. yang sejati akan mengalahkan orang-orang yang ingkar dan menjadi manifestasi dari janji Allah yang terkandung di dalam Surat Ali ‘Imran. Tentu saja, kelompok yang diberkahi ini akan dapat dikenali tatkala Isa a.s. kembali lagi ke bumi.
Sekali lagi, al-Qur’an menyatakan bahwa para Ahli Kitab akan beriman kepada Isa a.s. sebelum mereka meninggal.
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa a.s.) sebelum kematiannya. Dan pada Hari Kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka. (Q.s. an-Nisa’: 159).
Kita dengan jelas mengkaji dari ayat ini bahwa masih ada tiga janji yang belum dipenuhi tentang Isa a.s. Pertama, sebagaimana halnya setiap manusia lainnya, Nabi Isa a.s. akan wafat. Kedua, semua orang dari kalangan Ahli Kitab akan melihat beliau dalam wujud jasmaniah dan akan menaatinya sewaktu beliau hidup. Tak ada keraguan bahwa kedua prediksi ini akan dipenuhi tatkala Isa a.s. datang kembali sebelum Hari Kiamat. Prediksi ketiga tentang Isa a.s. yang menyampaikan kesaksian terhadap para Ahli Kitab akan dipenuhi pada Hari Kiamat.
Ayat lain dalam Surat Maryam membahas kematian Isa a.s.
Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali. (Q.s. Maryam: 33).
Tatkala kita bandingkan ayat ini dengan ayat ke-55 Surat Ali ‘Imran, kita dapat menemukan sebuah fakta yang sangat penting. Ayat di dalam Surat Ali ‘Imran berbicara tentang Isa a.s. yang sedang diangkat ke hadirat Allah. Dalam ayat ini, tak ada informasi yang diberikan tentang apakah Isa a.s. telah meninggal ataukah tidak. Namun dalam ayat ke-33 Surat Maryam, kematian Isa a.s. disebut. Kematian kedua ini hanya mungkin bila Isa a.s. kembali lagi ke bumi dan wafat setelah hidup di sini selama beberapa waktu. Wallahu a‘lam! (Hanya Allah Yang Mahatahu).
Ayat lain yang menyinggung kembalinya Isa a.s. ke bumi berbunyi:
Dan Allah akan mengajarkan kepadanya al-Kitab, Hikmah, Taurat, dan Injil. (Q.s. Ali ‘Imran: 48).
Guna memahami penyebutan kata “Kitab” yang disebut dalam ayat ini, kita harus melihat ke ayat-ayat lainnya di dalam al-Qur’an yang relevan dengan pokok pembahasan ini: bila Kitab itu dinyatakan dalam satu ayat bersama-sama dengan Taurat dan Injil, maka ia harusnya berarti al-Qur’an. Ayat ketiga Surat Ali ‘Imran memberikan sebuah contoh yang demikian:
Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi senantiasa berdiri sendiri. Dia menurunkan al-Kitab (al-Qur ’an) kepadamu dengan sebenar nya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil, sebelum (al-Qur’an), menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan alFurqan (pembeda antara yang haq dan bathil). (Q.s. Ali ‘Imran: 2-4).
Dalam kasus ini, kitab yang dimaksud dalam ayat 48, yang dipelajari Isa a.s., hanya dapat berarti al-Qur’an. Kita tahu bahwa Isa a.s. sudah mengenal Taurat dan Injil pada masa hidupnya, yaitu, kira-kira 2.000 tahun yang lalu. Maka jelas, al-Qur’an yang akan dipelajarinya tatkala beliau kembali lagi ke bumi.
Apa yang ditawarkan di dalam ayat 59 Surat Ali ‘Imran sangatlah menarik: “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam …” Da-lam ayat ini kita dapat melihat bahwa pasti terdapat sejumlah kemiripan antara kedua nabi tadi. Sebagaimana kita ketahui, baik Adam a.s. dan Isa a.s. tidak memiliki ayah, namun kita dapat menarik kemiripan yang lebih jauh lagi dari ayat di atas, antara diturunkannya Adam ke bumi ini dari Surga dan diturunkannya Isa a.s. dari hadirat Allah pada Akhir Zaman.
Al-Qur’an mengatakan berikut ini tentang Isa a.s.:
Dan sesungguhnya Isa a.s. itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang Hari Kiamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang Kiamat itu dan ikutilah aku. Inilah jalan yang lurus. (Q.s. az-Zukhruf: 61).
Kita mengetahui bahwa Isa a.s. hidup enam abad sebelum al-Qur’an diturunkan. Dengan demikian, ayat ini haruslah menunjuk, bukan pada kehidupan pertamanya, namun pada kedatangannya kembali pada Hari Akhir. Baik dunia Kristen maupun Islam menanti-nantikan kedatangan Isa a.s. yang kedua kalinya ini dengan penuh harap. Kehadiran tamu mulia yang diberkahi ini ke muka bumi akan menjadi tanda penting Hari Kiamat.
Bukti lebih jauh tentang kedatangan kedua kalinya Isa a.s. dapat ditemukan dalam penggunaan kata wakahlan dalam Surat al-Maidah 110, dan Surat Ali ‘Imran 46. Dalam ayatayat tersebut, kita diberi tahu mengenai perintah-perintah ini:
(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: “Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan ruhul qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa (wakahlan) …”  (Q.s. al-Ma’idah: 110).
Dan dia berbicara kepada manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa (wakahlan)dan dia adalah salah se-orang di antara orang-orang yang saleh. (Q.s. Ali ‘Imran: 46).
Kata ini terdapat hanya pada kedua ayat tadi dan hanya merujuk kepada Isa a.s. Kata ini dipakai untuk menggambarkan usia Isa a.s. yang lebih dewasa. Kata tersebut merujuk pada usia antara 30 dan 50, yaitu pada akhir masa muda dan menjelang usia tua. Para ulama sepakat dalam menerjemahkan kata ini untuk merujuk pada kurun waktu usia 35.
Para ulama berpegang pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. tentang kesimpulan bahwa Isa a.s. diangkat ke hadirat Allah sewaktu masih muda, yaitu, pada awal usia 30an, dan bahwa tatkala beliau kembali lagi ke bumi, beliau tinggal memiliki sisa umur 40 tahun. Isa a.s. akan menjalani masa tuanya setelah beliau kembali ke bumi, maka ayat ini dapat dikatakan sebagai suatu bukti akan kedatangan Isa a.s. untuk yang kedua kalinya ke bumi.
Sebagaimana telah disebutkan, bila kita telaah al-Qur’an dengan cermat, kita pun melihat bahwa kata ini hanya dipakai untuk merujuk kepada Isa a.s. Semua nabi telah berbicara kepada manusia dan mengajak mereka untuk menerima agama. Mereka semua telah menyampaikan risalahnya tatkala mereka telah berusia dewasa. Akan tetapi, al-Qur’an tidak mengatakan hal yang serupa itu mengenai nabi lainnya. Kata ini hanya dipakai untuk Isa a.s., dan suatu mukjizat. Frasa “dalam buaian” dan “setelah beranjak dewasa” merujuk pada dua mukjizat yang sangat besar.
Adalah sebuah mukjizat bahwasanya Isa a.s. berbicara ketika beliau masih berada dalam buaian. Ini adalah suatu hal yang belum pernah terlihat sebelumnya, dan al-Qur’an berulang kali berbicara tentang peristiwa yang ajaib ini. Setelah kata-kata ini segera diikuti dengan frasa “dan berbicara kepada manusia ketika sudah dewasa.” Kata-kata ini pun merujuk pada sebuah keajaiban. Bila kata-kata “ketika sudah dewasa” merujuk pada kehidupan beliau yang sebelumnya pada waktu sebelum diangkat ke hadirat Allah, maka berbicaranya Isa a.s. tidak akan menjadi sebuah keajaiban. Dan karena bukan suatu keajaiban, maka tidak akan dipakai setelah berbicara ketika masih dalam buaian atau dengan cara yang sama dalam suatu situasi yang ajaib. Dalam kasus demikian, sebuah ungkapan seperti “dalam buaian dan ketika sudah dewasa” akan dipakai dan akan mengungkapkan komunikasi yang berlangsung semenjak dari waktu Isa a.s. mulai berbicara dalam buaian hingga saat beliau diangkat ke hadirat Allah. Namun, ayat tadi menarik perhatian kita pada dua peristiwa yang amat sangat ajaib. Yang pertama adalah berbicara ketika masih dalam buaian; yang lainnya, pembicaraan Isa a.s. pada usia dewasanya. Dengan demikian, ungkapan “ketika sudah dewasa” merujuk pada suatu waktu yang merupakan sebuah keajaiban. Yaitu waktu di mana Isa a.s. akan berbicara kepada manusia dalam usia dewasanya setelah beliau kembali lagi ke bumi. Wallahu a‘lam!
Dalam hadis-hadis Nabi Muhammad saw. terdapat informasi tentang kedatangan kedua Isa a.s. Dalam beberapa hadis, informasi ini diberikan bersamaan dengan informasi lainnya tentang apa yang akan dilakukan oleh Isa a.s. sewaktu beliau berada di dunia. Anda dapat membaca hadis-hadis yang relevan dengan pokok pembahasan ini dalam bab di buku ini yang berjudul “Kembalinya Isa a.s. Setelah Kemunculan Nabinabi Palsu.” (Guna memperoleh informasi yang lebih lengkap, silakan baca buku Harun Yahya yang berjudul Jesus Will Return, Ta-Ha Publishers, Februari 2001.)
Akan bermanfaat untuk mengingatkan kepada para pembaca di sini tentang sebuah perkara yang sangat penting: Allah telah mengutus Nabi Muhammad saw. kepada umat manusia sebagai nabi pamungkas. Allah telah mewahyukan al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw., dan membebankan atas semua manusia tanggung jawab dalam menaati al-Qur’an hingga Hari Pengadilan. Isa a.s. akan kembali secara ajaib ke dunia pada Akhir Zaman namun, sebagaimana dikatakan oleh Nabi Muhammad saw., beliau tidak akan membawa agama baru. Agama sejati yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. adalah Islam, yang mana Isa a.s. pun akan tunduk tatkala beliau datang kembali ke bumi ini.
mk:@MSITStore:C:\Users\waksam\Desktop\KITAB%20baru%20lagi%20belum%20naik\tanda2%20kiamat%20_%20harun%20yahya%20(1).chm::/imagesanonym/uparrow.gif
TERBELAHNYA BULAN
Surat 54 dari al-Qur’an disebut “Surat al-Qamar”. Qamar berarti bulan. Dalam beberapa ayatnya, surat ini menceritakan tentang kehancuran yang menimpa kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud, Luth, dan Fir’aun, karena mereka menolak peringatan dari para nabi. Pada saat yang sama, ada sebuah pesan yang sangat penting yang dinyatakan di dalam ayat pertama, yang berkenaan dengan Hari Akhir.
Telah dekat (datangnya) as-Sa'ah (Hari Kiamat) dan telah terbelah bulan. (Q.s. al-Qamar: 1).
Kata “belah” yang dipakai dalam ayat ini dalam bahasa Arabnya adalah syaqqa, yang dalam bahasa Arab memiliki beragam arti. Dalam beberapa tafsir al-Qur’an, makna “belah” lebih dipilih. Namun syaqqa dalam bahasa Arab juga dapat berarti “mencangkul” atau “menggali” bumi. Sebagai contoh dari penggunaan yang pertama, kita dapat merujuk pada ayat 26 Surat al-Abasa:
Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayursayuran, zaitun dan pohon kurma. (Q.s. ‘Abasa: 25-29).
Dapat terlihat dengan jelas bahwa makna syaqqa di sini bukanlah “belah”. Arti yang dipakai adalah mencangkul tanah agar dapat ditumbuhi beragam tanaman.
Bila kita kembali menengok ke tahun 1969, kita akan melihat salah satu keajaiban al-Qur’an. Eksperimen yang dijalankan di permukaan bulan pada tanggal 20 Juli 1969, dapat mengisyaratkan terpenuhinya berita yang telah disampaikan 1.400 tahun yang lampau di dalam Surat al-Qamar. Pada tanggal itu, para astronot Amerika menjejakkan kaki mereka di bulan. Dengan menggali tanah bulan, mereka pun melakukan ekspe-rimen-eksperimen ilmiah dan mengumpulkan contoh-contoh bebatuan dan tanah. Sungguh sangat menarik bahwa kemajuan-kemajuan ini sepenuhnya persis dengan pernyataanpernyataan di dalam ayat tadi.
Sewaktu para astronot itu sedang bekerja di permukaan bulan, mereka mengumpulkan 15,4 kilogram contoh-contoh batu dan tanah. Contoh-contoh ini kelak menarik banyak perhatian. Menurut laporan NASA, minat yang diperlihatkan oleh orang-orang terhadap contoh-contoh ini barangkali melampaui minat mereka terhadap semua bentuk eksplorasi ruang angkasa lainnya pada abad ke-20. Eksplorasi bulan ini ditandai dengan slogan: “Satu langkah kecil bagi seorang manusia; satu lompatan raksasa bagi umat manusia.” Ini adalah sebuah momentum bersejarah dalam riset ruang angkasa; ia adalah sebuah peristiwa yang didokumentasikan oleh kamera, dan setiap orang mulai saat itu hingga sekarang telah menyaksikannya. Sebagaimana telah dinyatakan dalam ayat pertama Surat al-Qamar, peristiwa besar ini bisa jadi juga merupakan sebuah tanda Hari Akhir. Ia bisa jadi adalah sebuah tanda bahwa dunia sudah berada pada Akhir Zaman sebelum datangnya Pengadilan. Wallahu a’lam!

Akhir kata, biarlah kami terangkan bahwa terdapat sebuah peringatan yang sangat penting yang mengikuti ayat-ayat ini. Terdapat peringatan bahwa tanda-tanda ini adalah sebuah peluang yang penting bagi manusia untuk meninggalkan perbuatan dosa dan mereka yang tidak mengindahkan per-ingatan-peringatan ini akan kecewa manakala mereka akan dihidupkan kembali pada Hari Pengadilan yang digambarkan di dalam al-Qur’an sebagai “sesuatu yang tak terperikan kengeriannya.”
Telah dekat (datangnya) as-Sa‘ah (Hari Kiamat) itu dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat sesuatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: “(Ini adalah) sihir yang terusmenerus.” Dan mereka mendustakan (Nabi) dan mengikuti hawa nafsu mereka, sedang tiap-tiap urusan telah ada ketetapannya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka beberapa kisah yang di dalamnya terdapat cegahan (dari kekafiran), itulah suatu hikmat yang sempurna maka peringatan-peringatan itu tiada berguna (bagi mereka). Maka berpalinglah kamu dari mereka. (Ingatlah) hari (ketika) seorang penyeru (malaikat) menyeru kepada sesuatu yang tidak menyenangkan (hari pembalasan), sambil menundukkan pandangan-pandangan mereka keluar dari kuburan seakan-akan mereka belalang yang beterbangan, mereka datang dengan cepat kepada penyeru itu. Orang-orang kafir berkata: “Ini adalah hari yang berat.” (Q.s. al-Qamar: 1-8).


Monday, June 29, 2015

Kata Hikmah dan Madah Imam Syafi'i


Menuntut 'ilmu lebih utama daripada solat sunat.

Barangsiapa menginginkan dunia, ia harus berbekal 'ilmu dan barangsiapa menginginkan akhirat, juga harus berbekal 'ilmu.

Tidak ada amalan yang lebih afdhal setelah melaksanakan kewajiban daripada menuntut 'ilmu.

Seseorang tidak akan berjaya menuntut 'ilmu yang didasari kekuasaan dan kebanggaan, namun ia hanya akan berjaya menuntutnya dengan usaha keras, himpitan hidup, mengabdi kepada ilmu dan bersikap kerendahan hati.

Belajarlah sebelum memimpin kerana saat memimpin tidak ada lagi jalan untuk belajar.

Barangsiapa menuntut 'ilmu, maka bersikap telitilah agar tidak mensia-siakan bahagian ilmu yang terkecil.

Orang yang tidak mencintai 'ilmu tidak akan memperoleh kebaikan dan tidak memiliki hubungan dekat dengan 'ilmu itu sendiri dan pengetahuan.

Madahnya : 

Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman 
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang 
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan 
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang 
Aku melihat air menjadi rusak kerana diam tertahan 
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang 
Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa 
Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran 
Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam 
Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang 
Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang 
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan

KITAB TASAWWUF : الحلاج الأعمال الكاملة






















Sunday, June 28, 2015

Futuuhul Ghaib [Penyingkap keghaiban] : Bahagian 1

Futuuhul Ghaib
[Penyingkap keghaiban]

Sheikh Abdul Qadir Al-Jailani


1. Tiga hal mutlak bagi seorang Mukmin, dalam segala keadaan, iaitu:

(1) harus menjaga perintah-perintah Allah,

(2) harus menghindar dari segala yang haram,

(3) harus redha dengan takdir Yang Maha Kuasa. Jadi seorang Mukmin, paling tidak, memiliki tiga hal ini. Bererti, ia harus memutuskan untuk ini, dan berbicara dengan diri sendiri tentang hal ini serta mengikat organ-organ tubuhnya dengan ini.



2. Ikutilah (Sunnah Rasul) dengan penuh keimanan, jangan membuat bid'ah, patuhilah selalu kepada Allah dan Rasul-Nya, jangan melanggar; junjung tinggilah tauhid dan jangan menyekutukan Dia; sucikanlah Dia senantiasa dan jangan menisbahkan sesuatu keburukan pun kepada-Nya. Pertahankan Kebenaran-Nya dan jangan ragu sedikit pun. Bersabarlah selalu dan jangan menunjukkan ketidaksabaran. Beristiqomahlah; berharaplah kepada-Nya, jangan kesal, tetapi bersabarlah. Bekerjasamalah dalam ketaatan dan jangan berpecah-belah. Saling mencintailah dan jangan saling mendendam. Jauhilah kejahatan dan jangan ternoda olehnya. Percantiklah dirimu dengan ketaatan kepada Tuhanmu; jangan menjauh dari pintu-pintu Tuhanmu; jangan berpaling dari-Nya.
Segeralah bertaubat dan kembali kepada-Nya. Jangan merasa jemu dalam memohon ampunan kepada Khaliqmu, baik siang mahupun malam; (jika kamu berlaku begini) niscaya rahmat dinampakkan kepadamu, maka kamu bahagia, terjauhkan dari api neraka dan hidup bahagia di syurga, bertemu Allah, menikmati rahmat-Nya, bersama-sama bidadari di syurga dan tinggal di dalamnya untuk selamanya; mengendarai kuda-kuda putih, bersuka ria dengan hurhur bermata putih dan aneka aroma, dan melodi-melodi hamba-hamba sahaya wanita, dengan kurnia-kurnia lainnya; termuliakan bersama para nabi, para shiddiq, para syahid, dan para shaleh di syurga yang tinggi.

3. Apabila seorang hamba Allah mengalami kesulitan hidup, maka pertama-tama ia cuba mengatasinya dengan upayanya sendiri. Bila gagal ia mencari pertolongan kepada sesamanya, khususnya kepada raja, penguasa, hartawan; atau bila dia sakit, kepada doktor. Bila hal ini pun gagal, maka ia berpaling kepada Khaliqnya, Tuhan Yang Maha Besar lagi Maha Kuasa, dan berdo'a kepada-Nya dengan kerendah-hatian dan pujian. Bila ia mampu mengatasinya sendiri, maka ia takkan berpaling kepada sesamanya, demikian pula bila ia berhasil kerana sesamanya, maka ia takkan berpaling kepada sang Khaliq.

Kemudian bila tak juga memperolehi pertolongan dari Allah, maka dipasrahkannya dirinya kepada Allah, dan terus demikian, mengemis, berdo'a merendah diri, memuji, memohon dengan harap-harap cemas. Namun, Allah Yang Maha Besar dan Maha Kuasa membiarkan ia letih dalam berdo'a dan tak mengabulkannya, hingga ia sedemikian terkecewa terhadap segala sarana duniawi. Maka kehendak-Nya mewujud melaluinya, dan hamba Allah ini berlalu dari segala sarana duniawi, segala aktiviti dan upaya duniawi, dan bertumpu pada rohaninya.

Pada peringkat ini, tiada terlihat olehnya, selain kehendak Allah Yang Maha Besar lagi Maha Kuasa, dan sampailah dia tentang Keesaan Allah, pada peringkat haqqul yaqin (* tingkat keyakinan tertinggi yang diperolehi setelah menyaksikan dengan mata kepala dan mata hati). Bahawa pada hakikatnya, tiada yang melakukan segala sesuatu kecuali Allah; tak ada penggerak tak pula penghenti, selain Dia; tak ada kebaikan, kejahatan, tak pula kerugian dan keuntungan, tiada faedah, tiada memberi tiada pula menahan, tiada awal, tiada akhir, tak ada kehidupan dan kematian, tiada kemuliaan dan kehinaan, tak ada kelimpahan dan kemiskinan, kecuali kerana ALLAH.

Maka di hadapan Allah, ia bagai bayi di tangan perawat, bagai mayat dimandikan, dan bagai bola di tongkat pemain polo, berputar dan bergulir dari keadaan ke keadaan, dan ia merasa tak berdaya. Dengan demikian, ia lepas dari dirinya sendiri, dan melebur dalam kehendak Allah. Maka tak dilihatnya kecuali Tuhannya dan kehendak-Nya, tak didengar dan tak dipahaminya, kecuali Ia. Jika melihat sesuatu, maka sesuatu itu adalah kehendak-Nya; bila ia mendengar atau mengetahui sesuatu, maka ia mendengar firman-Nya, dan mengetahui lewat ilmu-Nya. Maka terkurniailah dia dengan kurnia-Nya, dan beruntung lewat kedekatan dengan-Nya, dan melalui kedekatan ini, ia menjadi mulia, redha, bahagia, dan puas dengan janji-Nya, dan bertumpu pada firman-Nya. Ia merasa enggan dan menolak segala selain Allah, ia rindu dan senantiasa mengingati-Nya; makin mantaplah keyakinannya pada-Nya, Yang Maha Besar lagi Maha Kuasa. Ia bertumpu pada-Nya, memperolehi petunjuk dari-Nya, berbusana nur ilmu-Nya, dan termuliakan oleh ilmu-Nya. Yang didengar dan diingatnya adalah dari-Nya. Maka segala syukur, puji, dan sembah tertuju kepada-Nya.

4. Bila kamu abaikan ciptaan, maka: "Semoga Allah merahmatimu," Allah melepaskanmu dari kedirian, "Semoga Allah merahmatimu," Ia mematikan kehendakmu; "Semoga Allah merahmatimu," maka Allah mendapatkanmu dalam kehidupan (baru).
Kini kau terkurniai kehidupan abadi; diperkaya dengan kekayaan abadi; dikurniai kemudahan dan kebahagiaan nan abadi, dirahmati, dilimpahi ilmu yang tak kenal kejahilan; dilindungi dari ketakutan; dimuliakan, hingga tak terhina lagi; senantiasa terdekatkan kepada Allah, senantiasa termuliakan; senantiasa tersucikan; maka menjadilah kau pemenuh segala harapan, dan ibaan pinta orang mewujud pada dirimu; hingga kau sedemikian termuliakan, unik, dan tiada tara; tersembunyi dan terahsia.
Maka, kau menjadi pengganti para Rasul, para Nabi dan para shiddiq. Kaulah puncak wilayat, dan para wali yang masih hidup akan mengerumunimu. Segala kesulitan terpecahkan melaluimu, dan sawah ladang terpaneni melalui do'amu; dan sirnalah melalui do'amu, segala petaka yang menimpa orang-orang di desa terpencil pun, para penguasa dan yang dikuasai, para pemimpin dan para pengikut, dan semua ciptaan. Dengan demikian kau menjadi agen polisi (kalau boleh disebut begitu) bagi kota-kota dan masyarakat.
Orang-orang bergegas-gegas mendatangimu, membawa bingkisan dan hadiah, dan mengabdi kepadamu, dalam segala kehidupan, dengan izin sang Pencipta segalanya. Lidah mereka senantiasa sibuk dengan doa dan syukur bagimu, di manapun mereka berada. Tiada dua orang Mukmin berselisih tentangmu. Duhai, yang terbaik di antara penghuni bumi, inilah rahmat Allah, dan Allahlah Pemilik segala rahmat.

5. Bila kau melihat dunia ini, berada di tangan mereka, dengan segala hiasan, dan tipuannya, dengan segala bisa mematikannya, yang tampak lembut sentuhannya, padahal, sebenarnya mematikan bagi yang menyentuhnya, mengecoh mereka, dan membuat mereka mengabaikan kemudharatan tipu daya dan janji-janji palsunya - bila kau lihat semua ini - berlakulah bagai orang yang melihat seseorang menuruti nalurinya, menonjolkan diri, dan kerananya, mengeluarkan bau busuk. Bila (dalam situasi semacam itu) kau enggan memerhatikan kebusukannya, dan menutup hidung dari bau busuk itu, begitu pula kau berlaku terhadap dunia; bila kau melihatnya, palingkan penglihatanmu dari segala kepalsuan, dan tutuplah hidungmu dari kebusukan hawa nafsu, agar kau aman darinya dan segala tipu-dayanya, sedang bahagianmu menghampirimu segera, dan kau menikmatinya. Allah telah berfirman kepada Nabi pilihan-Nya: "Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia, untuk Kami uji mereka dengannya, dan kurnia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal." (QS.20 -Thaaha :131).

6. Lenyaplah dari (pandangan) manusia, dengan perintah Allah, dan dari kedirian, dengan perintah-Nya, hingga kau menjadi bahtera ilmu-Nya. Lenyapnya diri dari manusia, ditandai oleh pemutusan diri sepenuhnya dari mereka, dan pembebasan jiwa dari segala harapan mereka. Tanda lenyapnya diri dari segala nafsu ialah, membuang segala upaya memperolehi sarana-sarana duniawi dan berhubungan dengan mereka demi sesuatu manfaat, menghindarkan kemudharatan; dan tak bergerak demi kepentingan peribadi, dan tak bergantung pada diri sendiri dalam hal-hal yang berkenaan dengan dirimu, tak melindungi atau membantu diri, tetapi memasrahkan semuanya hanya kepada Allah, kerana Ia pemilik segalanya sejak awal hingga akhirnya; sebagaimana kuasaNya, ketika kau masih disusui.

Hilangnya kemahuanmu dengan kehendakNya, ditandai dengan ketak-pernahan menentukan diri, ketakbertujuan, ketakbutuhan, kerana tak satu tujuan pun termiliki, kecuali satu, iaitu Allah. Maka, kehendak Allah mewujud dalam dirimu, sehingga kala kehendakNya beraksi, maka pasiflah organ-organ tubuh, hati pun tenang, fikiran pun cerah, berserilah wajah dan rohanimu, dan kau atasi kebutuhan-kebutuhan bendawi berkat berhubungan dengan Pencipta segalanya. Tangan Kekuasaan senantiasa menggerakkanmu, lidah Keabadian selalu menyeru namamu, Tuhan Semesta alam mengajarmu, dan membusanaimu dengan nurNya dan busana rohani, dan mendapatkanmu sejajar dengan para ahli hikmah yang telah mendahuluimu.

Sesudah ini, kau selalu berhasil menaklukkan diri, hingga tiada lagi pada dirimu kedirian, bagai sebuah bejana yang hancur lebur, yang bersih dari air, atau larutan. Dan kau terjauhkan dari segala gerak manusiawi, hingga rohanimu menolak segala sesuatu, kecuali kehendak Allah. Pada maqam ini, keajaiban dan adialami akan ternisbahkan kepadamu. Hal-hal ini tampak seolah-olah darimu, padahal sebenarnya dari Allah.

Maka kau diakui sebagai orang yang hatinya telah tertundukkan, dan kediriannya telah musnah, maka kau diilhami oleh kehendak Ilahi dan dambaan-dambaan baru dalam kemaujudan sehari-hari. Mengenai maqam ini, Nabi Suci saw, telah bersabda: "Tiga hal yang kusenangi dari dunia - wewangian, wanita (isteri solehah) dan shalat - yang pada mereka menyejukkan mataku." Sungguh, hal-hal dinisbahkan kepadanya, setelah hal-hal itu sirna darinya, sebagaimana telah kami isyaratkan. Allah berfirman: "Aku bersama orang-orang yang patah hati demi Aku."

Allah Yang Maha Tinggi takkan besertamu, sampai kedirianmu sirna. Dan bila kedirianmu telah sirna, dan kau abaikan segala sesuatu, kecuali Dia, maka Allah menyegarbugarkan kamu, dan memberimu kekuatan baru, yang dengan itu, kau berkehendak. Bila di dalam dirimu masih juga terdapat noda terkecil pun, maka Allah meremukkanmu lagi, hingga kau senantiasa patah-hati. Dengan cara begini Ia terus menciptakan kemahuan baru di dalam dirimu, dan bila kedirian masih maujud, maka Dia hancurkan lagi, sampai akhir hayat dan bertemu (liqa') dengan Tuhan. Inilah makna firman Allah: " Aku bersama orang-orang yang putus asa demi Aku, " Dan makna kata: "Kedirian masih maujud" ialah kemasih-kukuhan dan kemasih puasan dengan keinginan-keinginan barumu. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman kepada Nabi Suci saw: "Hamba-Ku yang beriman senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku, dengan mengerjakan shalat-shalat sunnah yang diutamakan, sehingga Aku mencintainya, dan apabila Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi telinganya, dengannya ia mendengar, dan menjadi matanya, dengannya ia melihat, dan menjadi tangannya, dengannya ia bekerja, dan menjadi kakinya, dengannya ia berjalan." Tak diragukan lagi, beginilah keadaan fana.

Maka Dia menyelamatkanmu dari kejahatan makhluq-Nya, dan menenggelamkanmu ke dalam samudera kebaikanNya; sehingga kau menjadi pusat kebaikan, sumber rahmat, kebahagiaan, kenikmatan, kecerahan, kedamaian, dan kesentosaan. Maka fana (penafian diri) menjadi tujuan akhir, dan sekaigus dasar perjalanan para wali. Para wali terdahulu, dari berbagai maqam, senantiasa beralih, hingga akhir hayat mereka, dari kehendak peribadi kepada kehendak Allah. Kerana itulah mereka disebut badal (sebuah kata yang diturunkan dari badala, yang bererti: berubah). Bagi peribadi-peribadi ini, menggabungkan kehendak peribadi dengan kehendak Allah, adalah suatu dosa.

Bila mereka lalai, terbawa oleh tipuan perasaan dan ketakutan, maka Allah Yang Maha Besar menolong mereka dengan kasih sayangNya, dengan mengingatkan mereka sehingga mereka sedar dan berlindung kepada Tuhan, kerana tak satu pun mutlak bersih dari dosa kehendak, kecuali para malaikat. Para malaikat senantiasa suci dalam kehendak, para Nabi senantiasa terbebas dari kedirian, sedang para jin dan manusia yang dibebani pertanggung jawaban moral, tak terlindungi. Tentu, para wali terlindung dari kedirian, dan para badal dari kekotoran kehendak. Kendati mereka tak bisa dianggap terbebas dari dua keburukan ini, kerana mungkin bagi mereka berkecenderung kepada dua kelemahan ini, tapi Allah melimpahi rahmatNya dan menyedarkan mereka.

7. Keluarlah dari kedirian, jauhilah dia, dan pasrahkanlah segala sesuatu kepada Allah, jadilah penjaga pintu hatimu, patuhilah senantiasa perintah-perintah-Nya, hormatilah larangan-larangan-Nya, dengan menjauhkan segala yang diharamkan-Nya. Jangan biarkan kedirianmu masuk ke dalam hatimu, setelah keterbuanganmu. Mengusir kedirian dari hati, haruslah disertai pertahanan terhadapnya, dan menolak pematuhan kepadanya dalam segala keadaan. Mengizinkan ia masuk ke dalam hati, bererti rela mengabdi kepadanya, dan berintim dengannya. Maka, jangan menghendaki segala yang bukan kehendak Allah. Segala kehendak yang bukan kehendak Allah, adalah kedirian, yang adalah rimba kejahilan, dan hal itu membinasakanmu, dan penyebab keterasingan dari-Nya. Kerana itu, jagalah perintah Allah, jauhilah larangan-Nya, berpasrahlah selalu kepada-Nya dalam segala yang telah ditetapkan-Nya, dan jangan sekutukan Dia dengan sesuatu pun. Jangan berkehendak diri, agar tak tergolong orang-orang musyrik. Allah berfirman: "Barang siapa mengharap penjumpaan (liqa') dengan Tuhannya, maka hendaklah mengerjakan amal saleh dan tidak menyekutukanNya." (QS 18.Al Kahfi: 110)

Kesyirikan tak hanya penyembahan berhala. Pemanjaan nafsu jasmani, dan menyamakan segala yang ada di dunia dan akhirat dengan Allah, juga syirik. Sebab selain Allah adalah bukan Tuhan. Bila kau tenggelamkan dalam sesuatu selain Allah bererti kau menyekutukan-Nya. Oleh sebab itu, waspadalah, jangan terlena. Maka dengan menyendiri, akan diperolehi keamanan. Jangan menganggap dan mengklaim segala kemaujudan atau maqam-mu, berkat kau sendiri. Maka, bila kau berkedudukan, atau dalam keadaan tertentu, jangan membicarakan hal itu kepada orang lain. Sebab dalam perubahan nasib yang terjadi dari hari ke hari, keagungan Allah mewujud, dan Allah mengantarai hamba-hambaNya dan hati-hati mereka. Bisa-bisa yang kau percakapkan, sirna darimu, dan yang kau anggap abadi, berubah, hingga kau dimalukan di hadapan yang kau ajak bicara. Simpanlah pengetahuan ini dalam lubuk hatimu, dan jangan perbincangkan dengan orang lain. Maka jika hal itu terus maujud, maka hal itu akan membawa kemajuan dalam pengetahuan, nur, kesedaran dan pandangan. Allah berfirman: "Segala yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan terlupakan, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya, atau yang sepertinya. Tidakkah kamu ketahui bahawa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS 2.Al Baqarah: 106)

Jangan menganggap Allah tak berdaya dalam sesuatu hal, jangan menganggap ketetapan-Nya tak sempurna, dan jangan sedikit pun ragu akan janji-Nya. Dalam hal ini ada sebuah contoh luhur dalam Nabi Allah. Ayat-ayat dan surah-surah yang diturunkan kepadanya, dan yang dipraktikkan, dikumandangkan di masjid-masjid, dan termaktub di dalam kitab-kitab. Mengenai hikmah dan keadaan rohani yang dimilikinya, ia sering mengatakan bahawa hatinya sering tertutup awan, dan ia berlindung kepada Allah tujuh puluh kali sehari. Diriwayatkan pula, bahawa dalam sehari ia dibawa dari satu hal ke hal lain sebanyak seratus kali, sampai ia berada pada maqam tertinggi dalam kedekatan dengan Allah. Ia diperintahkan untuk meminta perlindungan kepada Allah, kerana sebaik-baik seorang hamba iaitu berlindung dan berpaling kepada Allah. Kerana, dengan begini, ada pengakuan akan dosa dan kesalahannya, dan inilah dua macam mutu yang terdapat pada seorang hamba, dalam segala keadaan kehidupan, dan yang dimilikinya sebagai pusaka dari Adam as., 'bapak' manusia, dan pilihan Allah.

Berkatalah Adam a.s.: "Wahai Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tak mengampuni kami, dan merahmati kami, niscaya kami akan termasuk orang-orang yang merugi." (QS. 7.Al-A'raaf: 23). Maka turunlah kepadanya cahaya petunjuk dan pengetahuan tentang taubat, akibat dan tentang hikmah di balik peristiwa ini, yang takkan terungkap tanpa ini; lalu Allah berpaling kepada mereka dengan penuh kasih sayang, sehingga mereka bisa bertaubat.

Dan Allah mengembalikannya ke hal semua, dan beradalah ia pada peringkat wilayat yang lebih tinggi, dan ia dikurniai maqam di dunia dan akhirat. Maka menjadilah dunia ini tempat kehidupannya dan keturunannya, sedang akhirat sebagai tempat kembali dan tempat peristirehatan abadi mereka. Maka, ikutilah Nabi Muhammad Saw., kekasih dan pilihan Allah, dan nenek moyangnya, Adam, pilihan-Nya - keduanya adalah kekasih Allah - dalam hal mengakui kesalahan dan berlindung kepada-Nya dari dosa-dosa, dan dalam hal bertawadhu' dalam segala keadaan kehidupan.

8. Bila kau berada dalam hal tertentu, jangan mengharapkan hal yang lain, baik yang lebih tinggi mahupun yang lebih rendah. Jadi bila kau berada di pintu gerbang istana Raja, jangan berkeinginan untuk masuk ke istana itu, kecuali terpaksa. Yang dimaksud dengan terpaksa ialah diperintah terus-menerus. Dan jangan menganggapnya sebagai izin masuk, kerana mungkin saja Raja menjebakmu. Tapi, bersabarlah, sampai kau benar-benar dipaksa memasukinya oleh sang Raja. Dengan demikian, sang Raja takkan menghukummu, kerana Dia sendiri menghendakinya. Jika kau toh dihukum, tentu disebabkan oleh keburukan kehendak, kerakusan, ketaksabaran, kekurang ajaran, dan keinginanmu untuk berpuas dengan keadaan kehidupanmu. Bila kau harus masuk ke dalamnya kerana terpaksa, masuklah dengan penuh ketenangan dan ketundukan pandangan, bersikaplah yang layak dan indahkanlah semua perintah-Nya dengan sepenuh jiwa tanpa mengharapkan kemajuan dalam tingkat kehidupan. Allah berfirman kepada Rasul pilihan-Nya : "Dan janganlah engkau tujukan kedua matamu kepada yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka sebagai hiasan hidup, untuk Kami uji mereka dengannya. Dan kurnia Tuhanmu lebih baik dan abadi." (QS 20. Thaahaa: 131)

Dengan firman-Nya: "Dan kurnia Tuhanmu lebih baik dan abadi". Allah memperingatkan Nabi pilihan-Nya, agar menghargai hal yang ada, dan mensyukuri kurnia-kurnia-Nya. Dengan kata lain, perintah ini adalah sebagai berikut: "Segala yang telah Aku kurniakan kepadamu - kebaikan, kenabian, ilmu, keredhaan, kesabaran, kerajaan agama, dan jihad di jalanKu - lebih baik dan lebih berharga berbanding semua yang Kuberikan kepada yang lain." Jadi, segala kebaikan terletak pada menghargai dan mensyukuri keadaan yang ada, dan menghindarkan selainnya, kerana hal semacam itu merupakan ujian dari-Nya. Jadi bila sesuatu telah ditentukan-Nya bagimu, tentu sesuatu itu akan datang kepadamu, suka atau tidak suka. Kerananya, sungguh tak patut, bila kekurang layakan dan kerakusan terwujud padamu, kedua-duanya tertolak oleh akal dan ilmu. Dan jika sesuatu itu ditakdirkan-Nya bagi orang lain, mengapa kau bersusah payah meraih sesuatu yang tak bisa kau raih? Dan jika sesuatu tak diturunkan-Nya kepada siapapun, hanya sebagai ujian, mana mungkin seorang arif menyukainya dan berupaya keras meraih itu? Terbuktilah, bahawa seluruh kebaikan dan keselamatan terletak pada menghargai keadaan yang ada. Maka, bila kau dinaikkan ke tingkat atas, sampai ke atap istana, maka kau sebagaimana telah kami nyatakan, mesti sedar diri, tenang, dan baik-laku. Kau mesti berbuat lebih dari ini, sebab kau kini lebih dekat kepada sang Raja, dan lebih dekat kepada mara bahaya.

Maka, jangan menginginkan perubahan keadaan yang ada padamu. Nah, kau tak punya pilihan dalam masalah ini, sebab hal itu mendorong ketak bersyukuran atas rahmat-rahmat yang ada, dan cita semacam ini menjadikan terhina, baik di dunia mahupun di akhirat. Maka berlakulah sebagamana yang telah kami nasihatkan kepadamu, sampai kau dikurnia oleh Allah maqam yang teguh, dan takkan tergoyahkan dengan segala tanda dan isyaratnya. Kerana itu, tambatkanlah padanya dan jangan biarkan dirimu lepas darinya. (Keadaan perubahan rohani) adalah milik para wali, sedang maqam (peringkat rohani) adalah milik para badal.

9. KehendakNya terwujud, secara kasyaf (penglihatan ruhani) dan musyahida (pengalaman-pengalaman ruhani), pada para wali dan badal, yang tak terjangkau nalar manusia dan kebiasaan. Perwujudan ini terbentuk: jalal (keagungan), dan jamal (keindahan). Jalal menghasilkan kegelisahan, pemahaman yang menggundahkan, dan sedemikian menguasai hati, sehingga gejala-gejalanya tampak pada jasmani. Diriwayatkan bila Rasulullah shalat, dari hatinya terdengar gemuruh, bak air mendidih di dalam ketel, kerana intensiti ketakutan yang timbul dari penglihatan beliau akan Kekuasaan dan KebesaranNya. Diriwayatkan bahawa pilihan Allah, Nabi Ibrahim as dan Umar sang Khalifah ra, juga mengalami keadaan yang serupa.

Mengalami perwujudan keindahan Ilahi merupakan refleksiNya pada hati manusia yang mewujudkan nur, keagungan, kata-kata manis, ucapan penuh kasih-sayang, dan kegembiraan atas kelimpahan kurniaNya, maqam yang tinggi, dan keakraban denganNya -- yang kepadaNya segala urusan mereka kembali -- dan atas takdir yang telah ditetapkanNya jauh di masa lampau. Inilah kurnia dan rahmatNya, dan pengukuhan atas mereka di dunia ini, sampai waktu tertentu. Ini dilakukan agar mereka tak melampaui kadar cinta yang layak dalam keinginan mereka akan hal itu, dan kerananya, hati mereka takkan berputus asa, kendati mereka jumpai berbagai hambatan atau bahkan terkulaikan oleh hebatnya ibadah mereka sampai datangnya kematian. Ia melakukan ini berdasarkan kelembutan, kasih sayang dan kehormatan, juga untuk melatih agar hati mereka lembut, kerana Dia bijaksana, mengetahui, lembut terhadap mereka. Diriwayatkan, bahawa Nabi saw. Sering berkata kepada Hadhrat Bilal sang muadzin: "Wahai Bilal, gembirakanlah hati kami," Maksud beliau, hendaklah ia serukan azan agar beliau bisa shalat, guna merasakan perwujudan-perwujudan rahmat Ilahi, sebagaimana telah kita bicarakan. Itulah sebabnya Nabi saw bersabda: "Dan mataku sejuk, bila aku shalat."

10. Sungguh tiada sesuatu, kecuali Allah, sedang dirimu adalah tandanya. Kedirian manusia bertentangan dengan Allah. Segala suatu patuh kepada Allah dan milik Allah, demikian pula dengan kedirian manusia, sebagai makhluk sekaligus milikNya. Kedirian manusia itu pongah, darinya tumbuh dambaan-dambaan palsu. Nah, jika kau menyatu dengan kebenaran, dengan menundukkan dirimu sendiri, maka kau menjadi milik Allah dan menjadi musuh dirimu sendiri. Allah telah bersabda kepada Nabi Daud as: "Wahai Daud, Akulah tujuan hidupmu, yang tak mungkin kau elakkan. Kerananya berpegang teguhlah kepada tujuan yang satu ini; beribadahlah sebenar-benarnya, sampai kau menjadi lawan keakuanmu, semata-mata kerana Aku." Maka keakrabanmu dengan Allah dan pengabdianmu kepadaNya menjadi kenyataan. Lalu kau peroleh bahagianmu nan suci sungguh menyenangkan. Dengan demikian kau dicintai dan terhormat, dan segala sesuatu mengabdi dan takut kepadamu, kerana semua tunduk kepada Tuhan mereka, dan selaras denganNya, kerana Dia adalah Pencipta mereka, dan mereka mengabdi kepadaNya.

Firman Allah: "Dan tak ada sesuatu pun melainkan bartasbih memujiNya, tetapi kamu tak mengerti tasbih mereka." (QS 17:44). Maka segala sesuatu di alam raya ini menyedari keredhaanNya, dan mentaati perintah-perintahNya. Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Agung berfirman: "Lalu Ia berkata kepadanya dan kepada bumi, 'Hendaklah kamu berdua datang dengan suka ataupun terpaksa', Keduanya menjawab, 'Kami datang dengan suka hati.'" (QS 41:11). Jadi, segala pengabdian kepadaNya terletak pada penentangan terhadap kedirian. Allah berfirman: "Dan janganlah engkau turuti hawa nafsumu, kerana ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah." (QS 38:26). Ia juga berfirman: "Hindarilah hawa nafsumu, kerana sesungguhnya tak ada sesuatu pun yang menentangKu di seluruh kerajaanKu, kecuali nafsu jasmani manusia." Suatu ketika Abu Yazid Bustami bermimpi bertemu Allah, dan bertanya kepadaNya: "Bagaimana cara menjumpaiMu ?" JawabNya: "Buanglah keakuanmu dan berpalinglah kepadaKu". "Lalu", lanjut sang Sufi, "aku keluar dari diriku bagai seekor ular keluar dari selongsong tubuhnya." Jadi, segala kebajikan terletak pada memerangi kedirian dalam segala hal dan segala keadaan. Kerana itu, jika berada pada kesalehan, tundukkanlah kedirian, hingga kau terbebas dari hal-hal terlarang dan syubhah *) dari pertolongan mereka, dari ketergantungan kepada mereka, dari rasa takut terhadap mereka atau dari rasa iri terhadap milikan duniawi mereka. (* Syubhah: sesuatu yang meragukan ehwal halal atau haramnya). Lalu jangan mengharapkan sesuatu dari mereka, baik hadiah, kemurahan, atau pun sedekah. Kerananya bila kau bergaul dengan seorang kaya, jangan mengharapkan kematiannya demi mewarisi hartanya,. Maka, bebaskanlah dirimu dari ikatan makhluk, dan anggaplah mereka itu pintu gerbang yang membuka dan menutup., atau pohon yang kadang berbuah dan kadang tidak. Ketahuilah, peristiwa semacam itu terjadi oleh satu pelaksana, dirancang oleh satu perancang, dan Dialah Allah, sehingga kau beriman pada Keesaan Allah.

Jangan pula melupakan upaya manusiawi, agar tak menjadi korban keyakinan kaum fatalis (Jabariyyah), dan yakinlah bahawa tak suatu pun terwujud, kecuali atas izin Allah Ta'ala. Kerana itu, jangan Anda puja upaya manusiawi, kerana yang demikian ini melupakan Tuhan, dan jangan berkata bahawa tindakan-tindakan manusia berasal dari sesuatu. Bila demikian, bererti kau tak beriman, dan termasuk dalam golongan Qadariyyah. Hendaknya kau katakan, bahawa segala aksi makhluk adalah milik Allah, inilah pandangan yang telah diturunkan kepada kita lewat keterangan-keterangan yang berhubungan dengan masalah pahala dan hukuman.

Dan laksanakan perintah-perintah Allah yang berkenaan dengan mereka (manusia), dan pisahkanlah bahagianmu sendiri dari mereka dengan perintahNya pula, dan jangan melampaui batas ini, kerana hukum Allah itu pasti menentukanmu dan mereka; jangan menjadi penentu diri sendiri. Kemaujudanmu bersama mereka merupakan takdirNya. TakdirNya merupakan 'kegelapan', maka masukilah 'kegelapan' ini dengan pelita sekaligus penentu; iaitu Kitab Allah (Al Qur'an) dan Sunnah Rasul. Jangan tinggalkan kedua-duanya. Tapi bila di dalam fikiranmu melintas suatu gagasan, atau kau menerima ilham, maka tundukkanlah mereka kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul.

Bila kau dapati larangan dari Al Qur'an dan Sunnah Rasul tentang yang terlintas pada benakmu dan yang kau terima melalui ilham, maka kau mesti menjauhi gagasan dan ilham semacam itu. Yakinilah bahawa gagasan dan ilham itu berasal dari setan yang terlaknat. Dan jika Kitab Allah dan Sunnah Rasul membolehkan gagasan dan ilham itu - semisal pemenuhan keinginan-keinginan yang dibolehkan hukum, seperti makan, minum, berpakaian, menikah, dan lain-lain - maka jauhilah pula gagasan dan ilham itu, jangan menerimanya. Ketahuilah, hal itu merupakan dorongan haiwanimu, kerananya, tentanglah dan musuhilah hal itu.

Bila kau dapati tiadanya larangan atau pembolehan di dalam Kitab Allah dan Sunnah Rasul, tentang yang kau terima, dan kau tak mengerti -semisal kau diminta pergi ke tempat tertentu, atau menemuhi seseorang yang saleh, padahal melalui kurnia ilmu dan pencerahan dari Allah kepadamu, kau tak perlu pergi ke tempat itu, atau menemui si orang saleh itu maka bersabarlah, jangan dulu melakukan sesuatu, dan bertanyalah kepada dirimu sendiri: "Benarkah ini ilham dari Allah dan mesti aku laksanakan ?" Adalah Sunnah Allah, mengulang-ulang ilham semacam itu, dan memerintahkanmu untuk segera berupaya atau menyibakkan isyarat semacam itu bagi para ahli hikmah - suatu isyarat yang hanya bisa dimengerti oleh para wali yang arif dan para badal yang teguh. Kerana itu, kau mesti tak segera berbuat, sebab kau tak tahu akibat dan tujuan akhir urusan, cubaan, bahaya dan sesuatu rancangan ghaib dariNya.

Maka bersabarlah, sampai Allah Sendiri melakukannya bagimu. Bila tindakan itu atas kehendakNya, dan kau dihantarkn ke maqam itu, maka bila cubaan menghadangmu, kau akan melewatinya dengan selamat, kerana Allah takkan menghukummu atas tindakan yang dikehendakiNya sendiri, namun Ia akan menghukummu atas keterlibatan langsungmu dalam kemaujudan suatu hal.

Mentaati perintah itu meliputi dua hal. Pertama, mengambil dari sarana penghidupan duniawi sebatas keperluanmu, dan mesti menghindari segala pemanjaan kesenangan jasmani, rampungkanlah semua tugas-tugasmu, dan ikatlah dirimu kepada penghalauan segala dosa, yang nyata dan yang tersembunyi. Kedua, berhubungan dengan perintah-perintah tersembunyi, yakni Allah tak menyuruh hambaNya untuk mengerjakan sesuatu, dan tak pula melarangnya. Perintah seperti ini berkaitan dengan hal-hal yang padanya tak ada hukum yang jelas; yakni hal-hal yang tak tergolong terlarang dan tak terwajibkan, dengan kata lain 'tak jelas', yang di dalamnya manusia diberi kebebasan penuh untuk bertindak, dan hal ini disebut mubah. Dalam hal ini tak boleh mengambil prakarsa, tetapi menunggu perintah yang bertalian dengannya. Bila menerima perintah itu, ia taati. Dengan demikian semua gerak dan diamnya menjadi demi Allah.

Jika ada kejelasan hukumnya, ia bertindak selaras dengannya. Bila tak ada kejelasan hukumnya, ia bertindak atas dasar perintah-perintah tersembunyi. Melalui ini, ia menjadi seteguh orang memperolehi hakikat. Bila kau telah sampai pada kebenarannya kebenaran, yang disebut pencelupan (mahwu) atau peleburan (fana), bererti kau berada pada maqam badal yang patah hati demi Dia, suatu keadaan yang dimiliki muwahhid, orang yang tercerahkan ruhaninya, orang arif, yang adalah amir para amir, pengawas dan pelindung umat, khalifah dati Yang Maha Pengasih, kepercayaanNya (alaihimussalam).

Untuk mentaati perintah, kau harus melawan kedirianmu, dan bebas dari ketergantungan kepada segala kemampuan dan kekuatan, dan mutlak harus terhindar dari segala kemahuan dan tujuan duniawi dan ukhrawi. Dengan demikian, kau menjadi abdi Sang Raja, bukan abdi kerajaanNya, bukan abdi perintahNya, bukan pula abdi kedirian. Kau seperti bayi dalam asuhan alam, atau mayat yang dimandikan, atau pesakit tak sedarkan diri di hadapan sang doktor, dalam segala hal yang berada di luar wilayah perintah dan larangan.



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

.

Rasulullah s.a.w bersabda :

” Sesungguhnya seorang hamba yang bercakap sesuatu kalimah atau ayat tanpa mengetahui implikasi dan hukum percakapannya, maka kalimah itu boleh mencampakkannya di dalam Neraka lebih sejauh antara timur dan barat” ( Riwayat Al-Bukhari, bab Hifdz al-Lisan, 11/256 , no 2988)